Kamis, 26 Juni 2008

MEKANISME TOKSISITAS LOGAM BERAT

Mekanisme Toksisitas Logam Berat

l Keracunan Akut dan Keracunan Kronis

Dalam bidang kesehatan kerja, dikenal istilah keracunan akut dan keracunan kronis. Keracunan akut didefinisikan sebagai suatu bentuk keracunan yang terjadi dalam jangka waktu yang singkat atau sangat singkat. Peristiwa keracunan akut ini terjadi apabila individu atau biota secara tidak sengaja menghirup atau menelan bahan beracun dalam jumlah yang besar. Adapun keracunan Kronis di definisikan dengan terhirup atau tertelannya bahan beracun dalam dosis rendah tetapi dalam jangka waktu yang panjang.

Kasus-kasus keracunan yang disebabkan oleh logam berat, sering terjadi pada orang-orang yang bekerja dalam bidang industri, di laboratorium, bidang pertanian dan pembangunan. Peristiwa keracuanan itu biasanya di sebabkan oleh kelalaian penderita ataupun oleh kecelakaan kerja.

Keracunan akut yang disebabkan oleh logam-logam berat yang berkenaan dengan lingkungan kerja dapat dicontohkan sebagai berikut : Keracuanan dalam bidang industri, biasanya terjadi sebagai akibat dari kecelakaan, misalnya peledakan pipa dan tangki, kebocoran yang tiba-tiba dari uap logam, selain itu kerusakan sistem ventilasi. Terhirupnya uap logam-logam yang berkosentrasi tinggi akan menyebabkan iritasi pada jalan pernafasan dan bila dibiarkan akan sampai keparu-paru. Pada keracunan akut, kosentrasi tinggi ini dapat mengakibatkan kematian secara seketika. Sebagai contoh, keracunan yang disebabkan oleh logam merkuri. Keracunan merkuri secara kronis banyak ditemukan pada pekerja-pekerja pertambangan emas karena untuk memurnikan emas menggunakan merkuri. Merkuri dalam hal ini digunakan untuk menarik butiran-butiran emas dari batuan yang telah diproses. Uap merkuri yang masuk lama kelaman akan mengendap atau menumpuk dalam tubuh. Jika semakin banyak akan mulai menimbulkan gejala-gejala keracunan.

2.5 Keracunan Tembaga (Cu) dan Logam Pb

l Cu (tembaga) bagi Organisme

Sebagai logam berat, Cu (tembaga) berbeda dengan logam-logam berat lainnya seperti Hg, Cd, dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat di pentingkan atau logam berat esensial, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat diperlukan tubuh meski dalam jumlah yang sedikit. Toksisitas yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai teloransi organisme terkait. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam badan perairan tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0.01 ppm, akan mengakibatkan kematian bagi fitoplankton. Hal ini disebabkan daya racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel fitoplankton.

Keracunan cu

Bentuk tembaga yang paling beracun berupa debu-debu Cu yang dapat mengakibatkan kematian pada dosis 3,5mg/kg. Pada manusia, efek keracunan utama ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap logam Cu. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada jalur pernafasan sebelah atas, juga kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.

Bentuk- bentuk Keracunan Cu

Sesuai dengan sifatnya sebagai logam berat beracun, Cu dapat mengakibatkan keracunan akut dan kronis. Terjadinya keracunan akut dan kronis ini ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk menetralisir dosis tersebut.

Keracunan Akut

Gejala-gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat keracunan akut tersebut diantaranya:

1. Adanya rasa logam pada pernafasan penderita

2. Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara berulang-ulang.

Keracunan Kronis

Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya penyakit Wilson dan kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Penyakit kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka bagian otot tubuhnya akan memperlihatkan warna kehijauan. Hal itu dapat menjadi petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia.

l Pb di Dalam Air dan Makanan

Perairan yang telah kemasukkan senyawa atau ion-ion Pb, sehingga jumlah Pb yang ada dalam perairan melebihi konsentrasi yang semestinya, dapat mengakibatkan kematian bagi biota perairan tersebut. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg / l, dapat membunuh ikan-ikan. Dalam air minum juga, dapat ditemukan senyawa Pb bila air tersebut disimpan atau dialirkan melalui pipa yang merupakan alloy dari logam Pb. Kontaminasi air oleh logam Pb ini pernah melanda daratan Eropa beberapa tahun yang lalu. Hal itu terjadi disebabkan oleh pipa aliran air minum (pipa PDAM) yang dialirkan ke rumah-rumah mengandung logam Pb. Minuman keras seperti Wiskey juga ditemukan mengandung logam Pb, karena tutup dari minuman tersebut terbuat dari alloy logam Pb yang menjadi sumber kontaminasi minuman.

Selain kontaminasi Pb pada minuman, juga ditemukan kontaminasi Pb pada makanan olahan atau makanan kaleng. Makanan yang telah diasamkan dapat melarutkan Pb dari wadah atau alat-alat pengolahannya. Beberapa studi terbatas juga telah menemukan Pb pada daun tumbuhan.

Keracunan Oleh Logam Pb

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara, dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.

Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Namun demikian jumlah Pb yang masuk bersama makanan dan minuman ini masih mungkin ditolerir oleh lambung disebabkan asam lambung (HCl) mempunyai kemampuan untuk menyerap logam Pb. Tetapi walaupun asam lambung mempunyai kemampuan untuk menyerap keberadaan logam Pb ini, pada kenyataannya Pb lebih banyak dikeluarkan oleh tinja.

Pada jaringan dan organ tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada tulang, karena logam ini dalam bentuk ion (Pb2+) mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Di samping itu, pada wanita hamil logam Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu.

Senyawa Pb organik umumnya masuk ke dalam tubuh melalui jalur pernafasan atau penetrasi melewati kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak. Senyawa seperti tetraetil-Pb, dapat menyebabkan keracunan akut pada sistem syaraf pusat, meskipun proses keracunan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup panjang dengan kecepatan penyerapan yang kecil.

Pada pengamatan yang dilakukan terhadap para pekerja yang bekerja menangani senyawa Pb, tidak ditemukan keracunan kronis yang berat. Gejala keracunan kronis ringan yang ditemukan berupa insomnia dan beberapa macam gangguan tidur lainnya, sedangkan gejala pada kasus keracunan akut ringan berupa penurunan tekanan darah dan berat badan. Keracunan akut yang cukup berat dapat mengakibatkan koma bahkan kematian. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan efek racun terhadap fungsi organ yang tedapat dalam tubuh.

Keracunan yang disebabkan oleh keberadaan logam Pb dalam tubuh mempengaruhi banyak jaringan dan organ tubuh. Organ-organ tubuh yang banyak menjadi sasaran dari peristiwa keracunan logam Pb diantaranya. sistem syaraf, sistem ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung. Setiap bagian yang diserang oleh racun Pb akan memperlihatkan efek yang berbeda-beda.

Efek Pb Pada Sistem Syaraf

Diantara semua sistem organ tubuh, sistem syaraf merupakan sistem yang paling sensitive tehadap daya racun yang dibawa oleh logam Pb. Pengamatan yang dilakukan pada pekerja tambang dan pengolahan logam Pb menunjukkan bahwa pengaruh dari keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada otak. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak, sebagai akibat dari keracunan Pb diantaranya, epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar, dan delirium (sejenis penyakit gula).

Efek Pb Terhadap Sistem Urinaria

Senyawa-senyawa Pb yang terlarut dalam darah akan dibawa oleh darah ke seluruh sistem tubuh. Ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke system urinaria (ginjal) dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal.

2.6 Keracunan Merkuri dan Logam Cd (Kadmium)

l Keracunan Merkuri

Keracunan yang disebabkan oleh merkuri ini, umumnya berawal dari kebiasaan memakan makanan dari laut, terutama sekali ikan, udang, dan tiram yang telah terkontaminasi oleh merkuri. Awal peristiwa kontaminasi merkuri terhadap biota laut dimulai dengan masuknya buangan industri yang mengandung merkuri ke dalam perairan teluk (lautan). Selanjutnya dengan adanya proses biomagnifikasi yang bekerja di lautan, konsentrasi merkuri yang masuk akan terus ditingkatkan. Setelah itu, merkuri akan berasosiasi dengan system rantai makanan, sehingga masuk ke dalam tubuh biota perairan dan ikut termakan oleh manusia bersama makanan yang diambil dari perairan yang tercemar oleh merkuri. Di samping itu, merkuri juga masuk bersama bahan makanan pokok seperti gandum dan beras yang telah diberi senyawa merkuri pada waktu pembibitan dan penyemaian.

Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri di dalam tubuh dapat menghalangi kerja enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel. Keadaan itu disebabkan karena kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung belerang (sulfur, S) yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.

Keracunan Akut

Keracunan akut yang disebabkan oleh logam merkuri umumnya terjadi pada pekerja-pekerja industri, pertambangan, dan pertanian, yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku, katalis dan pembentuk amalgam atau pestisida. Keracunan akut yang ditimbulkan oleh logam merkuri dapat diketahui dengan mengamati gejala-gejala berupa : Peradangan pada tekak (pharyngitis), dyspaghia, rasa sakit pada bagian perut, mual-mual dan muntah, murus disertai dengan darah dan shok. Bila gejala-gejala awal ini tidak segera diatasi, penderita selanjutnya akan mengalami pembengkakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal (nephritis), dan radang pada hati (hepatitis).

Keracunan Kronis

Keracunan kronis terjadi secara perlahan dan berlangsung dalam selang waktu yang panjang. Penderita keracunan kronis biasanya tidak menyadari bahwa dirinya telah menumpuk sejumlah racun dalam tubuh mereka, sehingga pada batas daya tahan yang dimiliki tubuh, racun yang telah mengendap dalam selang waktu yang panjang tersebut bekerja. Pengobatan akan menjadi sangat sulit untuk dilakukan. Keracunan kronis yang disebabkan oleh merkuri, peristiwa masuknya sama dengan keracunan akut, yaitu melalui jalur pernafasan dan makanan. Akan tetapi pada peristiwa keracunan kronis, jumlah merkuri yang masuk sangat sedikit sekali sehingga tidak memperlihatkan pengaruh pada tubuh. Namun demikian masuknya merkuri ini berlangsung secara terus-menerus. Sehingga lama kelamaan jumlah merkuri yang masuk dan mengendap dalam tubuh menjadi sangat besar dan melebihi batas toleransi yang dimiliki tubuh sehingga gejala keracunan mulai terlihat.

Pada peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem pencernaan dan sistem syaraf. Radang gusi (gingivitis) merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan. Radang gusi pada akhirnya akan merusak jaringan penahanan gigi, sehingga gigi mudah lepas. Tanda-tanda seorang penderita keracunan kronis merkuri dapat dilihat pada organ mata. Biasanya pada lensa mata penderita terdapat warna abu-abu sampai gelap atau abu-abu kemerahan yang semua itu dapat dilihat dengan mikroskop mata. Di samping itu, gejala keracunan kronis merkuri yang lainnya dapat berupa anemia ringan pada darah.

l Keracunan Oleh Cd

Keracunan yang disebabkan oleh Cd dapat bersifat akut dan keracunan kronis. Keracunan akut yang disebabkan oleh Cd, sering terjadi pada pekerja di industri-industri yang berkaitan dengan logam. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi karena para pekerja tersebut terkena paparan uap logam Cd atau CdO. Gejala-gejala keracunan akut yang disebabkan oleh logam Cd dapat berupa timbulnya rasa sakit dan panas pada bagian dada. Akan tetapi gejala keracunan itu tidak langsung muncul begitu si penderita terpapar oleh uap logam Cd ataupun CdO. Gejala keracunan akut ini muncul setelah 4-10 jam sejak si penderita terpapar oleh uap logam Cd. Akibat dari keracunan logam Cd ini, dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akut. Penyakit paru-paru akut ini dapat terjadi bila penderita terpapar oleh uap Cd dalam waktu 24 jam. Selain itu, keracunan akut yang disebabkan oleh uap Cd atau CdO dapat menimbulkan kematian bila konsentrasi yang mengakibatkan keracunan tersebut berkisar dari 2500 sampai 2900 mg/m3.

Keracunan yang bersifat kronis ini membawa akibat yang buruk dan lebih menakutkan bila dibandingkan dengan keracunan akut. Pada keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd, umumnya berupa kerusakan-kerusakan pada banyak sistem fisiologis tubuh. Sistem-sistem tubuh yang dapat dirusak oleh keracunan kronis logam Cd ini diantaranya, pada sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (pernafasan / paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung. Di samping semua itu, keracunan kronis tersebut juga merusak kelenjar reproduksi, sistem penciuman bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang.

Efek Cd Terhadap Paru-paru

Keracunan yang disebabkan oleh peristiwa terhirupnya uap atau debu Cd juga mengakibatkan kerusakan terhadap organ respirasi paru-paru. Kerusakan paru-paru tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari keracunan kronis yang disebabkan oleh Cd. Pada peristiwa terhirupnya debu Cd selama 20 tahun oleh para pekerja industri yang melibatkan Cd, telah menyebabkan terjadinya pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema).

Efek Cd Terhadap Darah

Keracunan kronis yang disebabkan oleh CdO dapat mengakibatkan penyakit anemia (kekurangan darah). Penyakit ini dapat ditemukan pada para pekerja yang telah bekerja selama 5-30 tahun pada industri-industri yang melibatkan CdO.

Efek Cd Terhadap Tulang

Serangan yang paling hebat dari keracunan yang disebabkan oleh logam Cd berupa kerapuhan pada tulang. Menurut para ahli, efek yang ditimbulkan oleh Cd terhadap tulang mungkin disebabkan karena kekurangan kalsium (Ca) dalam makanan yang tercemar oleh Cd, sehingga fungsi kalsium dalam pembentukan dan perawatan tulang digantikan oleh logam Cd yang ada. Pada para penderita keracunan Cd yang kronis, dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda keracunan berupa lingkaran kuning pada bagian pangkal gigi.

Efek Cd Terhadap Sistem Reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh Cd (kadmium) juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu Cd dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar, bahwa akibat terpapar oleh uap logam Cd dapat mengakibatkan impotensi.

PENCEMARAN LINGKUNGAN

Pencemaran Lingkungan

l Hal-hal yang Mencemari Lingkungan

Pencemaran yang dapat ditimbulkan oleh limbah ada bermacam-macam bentuk. Ada pencemaran berupa bau, warna, suara dan pemutusan mata rantai dari suatu tatanan lingkungan hidup atau penghancuran suatu jenis organisme yang akhirnya akan menghancurkan tatanan ekosistem. Pencemaran tersebut biasanya berasal dari limbah-limbah yang sangat berbahaya dalam arti memiliki daya racun (toksisitas) yang tinggi. Limbah-limbah yang sangat beracun pada umumnya merupakan limbah kimia. Biasanya senyawa kimia yang sangat beracun bagi organisme hidup dan manusia berupa senyawa-senyawa kimia yamg mempunyai bahan aktif dari logam-logam berat. Daya racun yang dimiliki oleh bahan aktif dari logam berat akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim dalam proses fisiologis atau metabolisme tubuh, sehingga proses metabolisme terputus. Disamping itu bahan beracun dari senyawa kimia juga dapat terakumulasi atau menumpuk dalam tubuh, akibatnya timbul problema keracunan kronis.

l Senyawa Kimia Sebagai Bahan Pencemar

Limbah domestik ataupin limbah industri, dibedakan atas kelompok limbah kimia organik dan an-organik. Limbah kimia organik, meski dalam rentang waktu yang cukup panjang, masih akan diuraikan oleh Mikroorganisme pengurai (dekomposer), untuk kemudian dapat digunakan kembali. Sedangkan untuk limbah kimia an-organik, tidak akan mengalami proses daur ulang, seperti sampah plastik. Disamping itu, senyawa-senyawa kimia an-organik yang mengandung unsur logam berat meski dapat terurai, tetapi menjadi limbah beracun yang merugikan manusia.

Untuk limbah industri, kerugian yang dapat ditimbulkannya lebih luas lagi. Limbah tersebut berperan sebagai bahan polutan ynag menjadi sebab terjadinya polusi (tercemarnya) suatu tatanan lingkungan yang dimasukinya. Polutan yag dihasilkan dari sektor industri dapat dibedakan atas 2 kategori yaitu:

1) Polutan dari hasil samping proses produksi

2) Polutan yang ditimbulkan dari penggunaan hasil produksi sepertii penggunaan pestisida.

l Pencemaran Oleh Pestisida

Pestisida pertama dibuat dengan menggunakan senyawa kimia aktif DDT. Ternyata, senyawa aktif tersebut merupakan senyawa kimia majemuk dan memiliki daya racun sangat tinggi, yang dimiliki oleh pestisida DDT dan DDE.. Secara relatif, senyawa aktif dari pestisida tersebut tidak larut dalam air, akan tetapi larut pada lemak dan senyawa lipid lainnya serta menempel kuat pada partikel-partikel. Sehingga perlakuan-perlakuan pertanian dengan memakai DDT dan DDE sebagai pestisida, akan mengakibatkan keracunan terhadap manusia yang mengkonsumsi hasilnya.

Senyawa DDT mempunyai daya racun yang sangat luas. Bahan aktif yang dikandung oleh pestisida tersebut tidak hanya membunuh serangga dan hama pertanian lainnya, tetapi juga dapat membunuh hewan ternak dan manusia. Banyak kasus keracunan DDT yang berakhir dengan kematian telah terjadi di seluruh dunia.

l Pencemaran Oleh Limbah Industri

Bentuk pencemaran akibat buangan industri dapat berupa pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang mengandung gugus logam berat. Sebagai contoh, terjadinya peningkatan kadar merkuri (Hg) di perairan Teluk Jakarta. Kenaikan kadar merkuri dalam perairan teluk Jakarta tersebut pertama kali dikemukakan oleh A.A Loeddin, kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan. Penelitian yang dilakukan pihak LON ( Lembaga Oseanologi Nasional- LIPPI) pada tahun 1983, ternyata hasilnya mendukung pendapat A.A Loeddin. Hasil penelitian tersebut menunujukan bahwa kadar merkuri dalam perairan teluk Jakarta telah mencapai 0,027 ppm; berarti hampir empat kali dari jumlah hasil penelitian yang dilakukan dua tahun sebelumnya.

Penelitian kadar merkuri dalam perairan teluk jakarta itu telah meninggalkan bekas bagi masyarakat Teluk Jakarta. Tercatat satu orang telah meninggal dan beberapa orang lain mengalami kelumpuhan, lidah kelu, dan sama sekali tidak memiliki daya. Penyakit itu nyaris sama dengan penyakit yang timbul di Teluk Minamata di jepang pada tahun 1950-an (Sumber: Pencemaran lingkungan, Tresna sastrawijata).

2.3 Pengaruh Logam dan Logam Berat

l Pengertian Logam

Istilah logam biasanya diberikan kepada semua unsur-unsur kimia dengan ketentuan atau kaidah-kaidah tertentu. Unsur ini dalam kondisi suhu kamar, tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang berbentuk cair.Logam-logam cair, contohnya, air raksa atau hidragyrum (Hg), serium (Ce) dan gallium (Ga).

l Pengertian Logam Berat

Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain, perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan. Logam berat berkaitan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup, sebagai contoh, bila unsur logam besi (Fe) masuk kedalam tubuh, meski dalam jumlah agak berlebihan biasanya tidaklah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap tubuh, karena unsur besi (Fe) dibutuhkan dalam darah untuk mengikat oksigen. Sedangkan unsur logam berat baik itu logam beracun, seperti tembaga (Cu), bila masuk kedalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fisiologi tubuh. Jika yang masuk ke dalam tubuh organisme hidup berupa unsur logam berat beracun seperti Hg atau disebut juga air raksa, maka dapat dipastikan bahwa organisme tersebut akan langsung keracunan.

Beberapa unsur logam sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk mempertahankan kehidupannya. Sebagai contoh, unsur logam besi (Fe), unsur ini berkaitan dengan Hb darah membentuk haemoglobin yang berfungsi sebagai pengikat oksigen (O2) dalam darah.

Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup, selain itu juga dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup. Sebagai contoh, logam air raksa (Hg), kadmium (Cd), timah hitam (Pb), dan Khrom (Cr). Meski dapat mengakibatkan keracunan, tetapi logam berat tetap dibutuhkan dan sangat penting. Logam-logam tersebut juga dinamakan sebagai logam-logam atau mineral-mineral esensial tubuh. Contoh logam berat esensial ini diantaranya, tembaga (Cu), seng (Zn) dan nikel (Ni).

l Logam-logam Dalam Atmosfir

Pada tatanan atmosfir yang melingkupi bumi juga ditemukan bermacam-macam jenis logam. Baik itu merupakan logam biasa seperti besi (Fe), magnesium (Mg), dan yang lainnya sampai pada logam-logam berat seperti (Cu). Logam-logam yang banyak ditemukan dilapisan atmosfir (diudara) diantaranya, merkuri (Hg), timah hitam (Pb) dan berium. Keberadaan dari logam-logam diudara, terutama pada logam-logam berat, dapat mencemari udara. Sebagai contoh, keracunan melalui udara yang ditimbulkan oleh kandungan logam merkuri atau air raksa di udara. Pencemaran udara oleh unsur-unsur logam dimulai sejak manusia mengenal dan melakukan penambangan logam dan dalam waktu singkat dapat memperlihatkan pengaruh buruknya. Sebagai contoh, penambangan logam mulia seperti emas (Au). Logam ini diperoleh dalam bentuk emas murni dan harus melalui pencucian dengan mengggunakan merkuri. Dalam pencucian tersebut, tidak dapat dihindari adanya tumpahan merkuri yang kemudian menguap dan bersatu di udara. Uap dari logam merkuri ini bila terhirup pada saat bernafas akan menimbulkan keracunan pada organisme yang menghirupnya.

Timah hitam atau (Pb) yang ada dalam tatanan udara, terutama sekali bersumber dari buangan (asap) kendaraan bermotor. Logam ini merupakan sisa-sisa pembakaran yang terjadi antara bahan bakar dengan mesin kendaraan. Melalui buangan bensin kendaraan tersebut, unsur Pb terlepas ke udara. Sebagian diantaranya akan membentuk partikulat di udara bebas dengan unsur-unsur lain, sedangkan sebagian lainnya akan menempel dan diserap oleh daun tumbuh-tumbuhan yang ada disepanjang jalan. Bensin yang dijual untuk di gunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor diberi campuran suatu zat adiktif yang merupakan senyawa tetraetil Pb dan tetrametil-Pb atau merupakan perpaduan kedua senyawa tersebut. Pencampuran dari senyawa –senyawa tersebut berfungsi sebagai bahan anti-ketuk pada mesin-mesin kendaraan bermotor.

Be merupakan logam beracun bagi manusia, sehingga EPA (Environmental Protection Agencies) di Amerika Serikat, pada tahun 1971, memasukan Be ke dalam bahan pencemar udara yang berbahaya. Masuknya logam Be ke udara merupakan hasil samping dari aktivitas manusia. Logam Be ini bersumber dari sisa-sisa buangan dari pabrik konstruksi pesawat terbang, pabrik pembuatan senjata mesin dan sebagai sisa dari bahan bakar roket di samping pembakaran batu bara.

TRANSPALASI GINJAL

Transplantasi Ginjal

3.1.1 Pengertian Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal merupakan salah satu terapi pengganti pada pasien gagal ginjal terminal (renal replacement therapy) selain dilakukan dialysis (haemodialisis, dialysis peritoneal). Transplantasi ginjal merupakan terapi yang ideal hal ini dikarenakan menghasilkan rehbilitas yang lebih baik dibaningkan dengan kronik. Selain itu pula dapat menimbulkan perasaan sehat terhadap penderita sehingga ia merasa seperti orang normal.

Seiring dengan perkembangan tekhnologi kedokteran yang semakin pesat maka transplantasi ginjal makin lama menjadi lebih baik dengan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi.

3.1.2 Faktor Penentu Keberhasilan Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal merupakan transplantasi yang paling banyak dilakukan dibandingkan transplantasi organ lain dalam mencapai keberhasilan hidup terlama bagi penderitanya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transplantasi ginjal terdiri dari faktor yang Bersangkutan :

1) Donor Ginjal

Kekurangan ginjal donor merupakan masalah umum yang dihadapi dalam melakukan transplantasi ginjal. Di Negara maju kebanyakan donor yang digunakan berasal dari jenazah (cadaveric donor) sedangkan di Negara asia masih banyak yang menggunakan donor hidup (Living donor).

Terdapat 2 macam donor ginjal yang dapat digunakan dalam transplantasi organ yaitu :

1. Donor Hidup (Living Donor)

Dalam melakukan transplantasi organ sebaiknya donor tersebut memiliki hubungan keluarga. Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi jika sesorang tersebut ingin mendonorkan ginjalnya diantaranya:

a. Usia > 18 thn s.d <>

b. Motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa adanya paksaan.

c. Kedua ginjal normal

d. Tidak mempunyai penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal dalam waktu yang lama.

e. Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match)

f. Tidak mempunyai penyakit yang dapat menular kepada resipien.

g. Sehat mental.

h. Toleransi operasi baik.

Dalam pengambilan donor ginjal dilakukan beberapa pemeriksaan calon donor yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisis lengkap, pemeriksaan labolatorium lengkap termasuk tes fungsi ginjal, pemeriksaan golongan darah dan sistem HLA, Petanda infeksi virus (hepatitis B, hepatitis C, CMV, HIV) foto dada, IVP, ekokardiografi dan anteriografi ginjal.

2. Donor jenazah (Cadaveric Donor)

Donor jenazah merupakan donor dengan jumlah yang cukup banyak hal ini dilakukan karena terbatasnya jumlah donor hidup yang tersedia.

Donor jenazah berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat kerusakan otak yang fatal usia 10-60 thn, tidak mempunyai penyakit yang dapat ditularkan seperti Hepatitis, HIV, atau penyakit ganas kecuali tumor otak primer, Fungsi ginjal harus baik sampai pada saat menjelang kematian, panjang hidup ginjal transplantasi dari donor jenazah yang meninggal karena stroke, iskemia tidak sebaik yang meninggal karena pendarahan subarakoid.

Apabila donor yang diambil menggunakan donor hidup maka donor tersebut dapat berasal dari individu yang mempunyai hubungan keluarga (Living Related Donor) atau tidak ada hubungan keluarga (Living Non Related Donor). Akan tetapi ada permasalahan yang ditimbulkan apabila tidak terdapat hubungan keluarga yaitu komersialisasi organ tubuh.

2) Resipien Ginjal

Pasien gagal ginjal terminal yang potensial menjalani transplantasi ginjal harus dinilai oleh tim transplantasi, setelah itu dilakukan evaluasi dan persiapan untuk transplantasi. Resipien tetap akan menjalani haemodialisis secara teratursebelum melakukan operasi transplantasi hal ini dilakukan agar pada saat akan menjelang operasi maka tercapai keadaan yang optimal bagi pasien.

Dalam melakukan transplantasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan jasmani yang teliti untuk menetapkan adanya hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer dan penyakit jantung koroner, ulkus peptikum dan keadaan saluran kemih. Disamping itu pula terdapat pemeriksaan labolatorium.

Beberapa resipien yang potensial untuk melakukan transplantasi ginjal diantaranya:

1. Dewasa

2. Pasien yangkesulitan menjalani haemodialisis dan CAPD.

3. Saluran kemih bawah harus normal bila ada kelainan dikoreksi terlebih dahulu.

4. Dapat menjalani terapi imunosupresi dalam jangka waktu yang lama dan kepatuhan berobat tinggi.

Selain itu terdapat kontra indiksi yang dapat ditimbulkan yaitu :

1. Infeksi akut; Tuberkulosis, infeksi saluran kemih, hepatitis akut.

2. Infeksi kronik, brokiektasis

3. Ateroma yang berat

4. Ulkus peptikum yang aktiv

5. Penyakit keganasan

6. Malnutrisi.

3) Faktor Imunologis

4) Faktor Pembedahan yang meliputi; penanganan pra-operatif, peri-operatif dan pasca operatif .

Disamping itu ada pula kenyataan lain yang dianggap turut mendorong keinginan seseorang untuk melaksanakan transplantasi ginjal yaitu memungkinkan dilaksanakannya transplantasi ulang bila ginjal yang dicangkok sebelumnya tidak berfungsi kembali.

3.2 Kasus Transplantasi Organ Hati (Hepar) serta

Kerusakan hepar terminal yang termanifestasi dalam bentuk sirosis hepatis merupakan suatu masalah yang belumdapat terselesaikan. Hepatitis kronik dapat menyebabkan sirosis hepatis memiliki faktor yang berbeda-beda. Secara epidemiologis bahwa pada ras kaukasian penyebab utamanya proses autoimun 1 sedangkan pada ras Polynesia penyebab utamanya adalh infeksi virus.

Terapi standar yang telah diterapkan adalah terapi mengeradikasi virus hepatitis serta penggunaan interferon dan lamivudine. Terapi yang paling ideal hanyallah transplantasi hepar, namun dalam melakukannya mengalami banyak kesulitan diantaranya:

- Mencari donor yang mau menyumbangkan heparnya.

- Kecocokan organ donor dengan sistem pertahanan tubuh penerima (kompatibilitas)

- Teknik pemasangan organ hepar yang amat rumit.

Saat ini mulai dikembangkan suatu metode baru yang disebut ELAD (Extracorporeal Liver Assist Device). Alat ini dirancang untuk menggantikan beberapa fungsi hepar, dalam penggunaannya mirip dengan haemodialisis. Akan tetapi ELAD dilengkapi dengan sistem sirkulasi darah eksternal yang akan membawa darah penderita menuju suatu ruang penyaring yang didalamnya terdapat sekumpulan sel hepatosit hasil pengkulturan.

3.3 Metode dan Alat baru untuk Transplantasi sel Hepatosit

Sirosis hepatic merupakan tahap akhir dari hepatitis kronik ini merupakan salah satu masalah kesehatan pada saat ini. Salah satu jalan alternative yang dapat membantu mengatasi masalah tersebut adalah Transplantasi sel hepatosit kedalam jaringan hepar resipien secara intra portal. Namun teknik ini memiliki kelemahan yakni terjadinya nekrosis di jaringan hepar resipien karena terbentuknya okulasi di sepanjang pembuluh porta selain itu pula tingkat ketahanan hidup sel hepatosit donor didaerah barunya juga sangat minim sehingga mempengaruhi tingkat keberhasilan transplantasi intra portal.

Untuk menyempurnakan transplantasi hati dicciptakan metode dan alat baru yang dinamakan “ Hepatosit Sitotransplantator” sehingga upaya penanganan proses transplantasi sel dikendalikan secara komphrehensif dan sistematis, sedangkan bahan baku sel hepatosit yang akan digunakan untuk transplantasi diambil dari subjek transplant (autotransplan)dengan cara biopsy tearah dengan bantuan USG.

Metode baru yang digunakan dalam transplanasi hati meliputi beberapa tahap yakni:

3. Sel sample dibiakkan dalam media kultur CRML 1066 (Mediatech) dan mendapat proteksi seluler dari Nafamostat Mesilate (merupakan protease inhibitor).

4. Sel hasil kultur akan dikirim kembali ke hepar resipien dengan bantuan tekanan alir yang berasal dari aliran darh resipien, untuk mendapatkan tekanan alir tersebut, didesain suatu sirkulasi vascular tertutup dengan menggunakan jarum inlet outlet yang terhubung dengan silicon tubing berdiameter 3,2 x 1,6 mm.

5. Untuk membantu meningkatkan tekanan intra tuba, ditambahkan sebuah pompa peristaltis untuk mendorong darah memasuki multiport ejector yang berfungsi juga sebagai mixer.

6. Sel hepatosit yang telah dipindahkan dari botol kultur kedalam pompa syringe akan didorong menuju multoport ejector untuk bertemu dengan darah dari sirkulasi tertutup.

7. Sementara itu pompa syringe II akan mengirimkan larutan anti penggumpalan sel (EGTA), anti koagulan (EDTA), serta faktor-faktor pertumbuhan (HGF, IGF-1, dan VEGF) kedalam multiport ejector.

8. Larutan yang telah bercampur tersebut selanjutnya akan mengalami manipulasi gear resiprokal melalui micro vibrator yang terletak dibawah multiport ejector / mixer yang dimaksudkan untuk menghomogenisasi dan mengkondisikan sel hepatosit dalam keadaan tunggal.

9. Suspensi sel hepatosit darah- faktor anti penggumpalan-anti koagulan-faktor pertumbuhan akan difiltrasi melalui filter mikro dengan diameter porus 80 m.

10. Suspensi hepatosit akan masuk kedalam pembuluh darah vena porta melalui silicon tubing dan jarum outlet

11. Untuk menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif bagi sel hepatosit, salah satu upaya yang dilakukan adalah meregulasi suhu melalui penggunaan “jaket air” yang terhubung dengan waterbath sebagai penyedia air hangat dengan suhu 370C

3.4 Prosedur Isolasi sel Hepatosit

Pengambilan sample untuk bahan baku kultur dilakukan dengan metode biopsi terarah yang dibantu panduan USG. Penggunaan USG, selain membnerikan arahan yang tepat dalam pengambilan jaringan juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran awal daerah hepar normal.

Sebagian sample disisihkan untuk uji sitologi, sementara sebagian lagi mendapatkan perlakuan pencucian dengan menggunakan Liberasi HI (0.47 mg/ml) (Roche, Indianapolis, IN) (suhu kamar /250C) yang dilarutkan dalam Hank’s Balanced Salt solution (HBSS) yang mengandung 1 U/ml DNAase I (Sigma). Tujuan pencucian ini untuk menghapus kemungkinanadanya sel-sel lain seperti fibroblast.

Setelah itu sel hepatosit dicuci dengan larutan RPMI 1640 yang mengandung FBS 10% lalu sel hepatosit dipindahkan kedalan larutan Eurocolins yang mengandung FBS 20%. Sel hepatosit akan diisolasi dalam prosesor darah COBE dan disentrifugasi dalam Discontinuous Euroficoll gradient.

Sel hepatosit hasil isolasi dieramkan dalam medium kultur CRML-1066 yang mengandung FBS 10% dan CO2 5% dengan suhu 280C. setelah 24 jam dilakukan panen dan uji viabilitas dengan menggunakan ethidium bromide 7.

3.5 Prosedur Pra-Transplantasi

Meskipun sel hepatosit berasal dari calon resipien (autotransplantasi), perlu dilakukan upaya preventive untuk mencegah terjadinya reaksi penolakan oleh sistem komplemen. Oleh karena itu sel hepatosit terlebih dahulu dieramkan bersama cairan plasma dari darah resipien yang mengandung Nafamosmat Mesilate dengan konsentrasi 3,8 x 10-5M selama 6 jam dengan suhu 280C, kemudian dicuci dengan larutan RPMI 1640 yang mengandung 25 mmol/I HEPES8. maka dihasilkan sel hepatosit yang siap dipindahkan ke tabung pompa syringe secara steril.

3.6 Teknik Transplantasi sel Hepatosit

Secara teknis alat dan metode hepatosit sitotransplantator didesain untuk mrngatasi berbagai kendala dalam proses transplantasi hepatosit yang meliputi:

1. Anti Penggumpalan

2. Viabilitas di lokus transplant

3. Perlindungan sel

TRANSPALASI ORGAN

TRANSPLANTASI ORGAN

2.2.1 Pengertian Transplantasi / Pencangkokan

Dalam dunia kedokteran Transplantasi memiliki beberapa pengertian diantaranya:

· Pergantian organ atau jaringan tubuh yang tidak dapat perfungsi kembali dengan organ atau jaringan sehat yang berasal dari tubuh sendiri atau orang lain.

· Pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya misalnya pecangkokan kulit) yang bertujuan mengembalikan fungsi yang telah hilang.

2.2.2 Sejarah dan Perkembangan Transplantasi

Transplantasi mulai popular didunia kedokteran sejak pertengahan tahun 50-an. Dalam melakukan teknik ini terdapat problem yang sangat besar dan berbahaya yaitu rejeksi (penolakan) yang dapat menyebabkan komplikasi

Dewasa ini teknologi transplantasi sudah sangat berkembang sehingga dapat dilakukan terhadap organ yang dulu tidak dapat ditransplantasikan. Transplantasi organ tubuh yang pertama kali sukses dilakukan adalah transplantasi ginjal antara sepasang kembar identik.

Setelah mendapatkan cukup pengalaman dengan transplantasi ginjal, dunia kedokteran mulai mengembangkan transplantasi hati, paru, dan jantung. Transplantasi jantung pertama kali sukses dilakukan pada tahun 1967. Seiring Perkembangan teknologi kedokteran hingga kini sudah banyak organ atau jaringan yang dapat ditransplantasikan antara lain, kulit, kornea, tulang, pembuluh darah, ginjal, jantung, hati dan pancreas

2.2.3 Terminologi dalam Transplantasi

Beberapa terminology dalam trasplantasi diantaranya adalah :

1. Autograft : Transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari individu yang sama.

2. Isograft : Transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari saudara kembar.

3. Allograft : Transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari individu lain dalam species yang sama.

4. Xenograft : Transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari species yang berbeda misalnya, ginjal baboon ditransplantasikan kepada manusia.

2.2.4 Jenis-Jenis Transplantasi

² Autotransplantasi

§ Yaitu transplantasi antara dua individu yang sama , bisa disebut juga transplantasi Autologi.

§ Organnya : Kulit, ginjal, pancreas, tulang, limpa dan darah

² Isotransplantasi

§ Transplantasi antar dua individu dengan genetik yang sama, disebut juga transplantasi Isologi.

§ Pada manusia, pencangkokan ini dilakukan untuk setiap organ pada saudara kembar satu telur.

² Alotransplantasi

§ Transplantasi pada dua individu yang spesiesnya sama.

§ Pada manusia disebut juga Homotransplantasi/transplantasi Alogen.

§ Secara klinis transplantasi ini dapat dilakukan oleh dua individu dengan ada/tidak adanya hubungan keluarga.

§ Donor yang digunakan bisa dari donor hidup atau dari mayat.

§ Pada transplantasi ini seluruh organ dapat dicangkok, tetapi dengan syarat :

- Ada persiapan system HLA

- Golongan darah ABO

² Xenotransplantasi

§ Transplantasi pada dua individu yang berbeda spesies asal, yaitu : dari hewan ke manusia ( contoh : simpanse ž manusia)

§ Pencangkokan dapat dilakukan pada tiap organ

2.2.5 Macam-macam Transplantasi Organ

Transplantasi Ginjal.

Transplantasi hati.

Transplantasi Paru

Transplantasi Jantung

Transplantasi kulit.

Transplantasi Kornea

Transplantasi tulang

Transplantasi Pembuluh darah

Transplantasi Pankreas.

2.2.6 Kelemahan dan Keuntungan Transplantasi Organ

Teknik transplantasi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Salah satu transplantasi yang paling sering dilakukan oleh manusia yaitu transfuse darah. Biasanya dalam melakukan transplantasi organ melibatkan beberapa hal yang sangat penting yakni;

1. Pencarian donor yang sesuai

2. Kemungkinan timbulnya resiko akibat pembedahan.

3. Pemakaian obat-obat immunosupresan yang paten

4. Kemungkinan terjadinya penolakan oleh tubuh resipien

5. Kemungkinan terjadinya komplikasi atau kematian.

Teknik transplantasi ini merupakan satu-satunya peluang agar orang-orang yang memiliki kerusakan organ atau organ tersebut tidak dapat bekerja dengan baik sebagaimana fungsinya.

Transplantasi paling baik dilakukan bila organ atau jaringan penggantinya berasal dari tubuh sendiri karena memiliki stuktur yang sama sehingga mencegah terjadinya rejeksi. Akan tetapi jika organ atau jaringan yang berasal dari orang lain maka akan memungkinkan seseorang mengalami rejeksi serta komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian.

2.2.7 Tekhnik Dalam Melakukan Transplantasi Organ

Secara tekhnik bedah, transplantasi organ dapat dilakukan dengan cara :

1. Ortopik

Bila organ yang dicangkokkan dipasang di tempat organ yang asli. Sebelumnya organ yang asli diambil terlebih dahulu.

2. Heterotopik

Bila organ yang dicangkokkan dipasang pada tempat organ yang lain. Pada tekhnik ini organ yang rusak tidak dikeluarkan.

Dalam melakukan pencangkokan suatu organ, terdapat beberapa tekhnik dalam hal pembedahan. Biasanya tekhnik ini dilakukan pada saat operasi, baik terhadap donor maupun terhadap pasien. Setiap tekhnik pembedahan pada macam-macam organ dilakukan dengan cara yang berbeda. Adapun tekhnik dalam transplantasi organ tersebut, diantaranya :

1. Transplantasi Ginjal

Tekhnik pembedahan pada transplantasi ginjal :

- Nefrektomi Donor Sukarelawan

Merupakan operasi besar, Tekhnik ini dilakukan melalui insisi ‘flank’. Iga bisa direseksi (dikeluarkan) untuk mempercepat pengupasan. Setelah memotong kulit, jaringan subkutis dan otot ‘flank’, maka ginjal didekati retroperitoneum melalui fascia gerota. Setelah itu, pembuluh darah renalis diberi rangka dan dipotong pada sambungannya dengan aorta dan vena cava. Aorta dipotong pada pinggir pelvis. Bila ginjal telah dimobilisasi sementara, pembuluh darah dipotong dan ginjal dikeluarkan. Setelah itu ginjal segera ditransplantasi.

- Nefrektomi Donor Kadaver

Tekhnik ini dilakukan untuk mengeluarkan salah satu organ dari tubuh seseorang. Kedua ginjal dikeluarkan secara bersamaan dengan segmen sorta dan vena cava untuk menghindari cedera pada pembuluh darah renalis.

2. Transplantasi Hati

Tekhnik pembedahan pada transplantasi hati :

- Anatomi

2.2.8 Transplantasi yang Telah Di Uji Cobakan Di Indonesia

Berbagai macam transplantasi telah dilakukan di Indonesia, walaupun masih ada yang belum diuji cobakan. Hal ini karena kurangnya peralatan medis yang mendukung, serta kurangnya tenaga ahli medis dalam menangani kasus-kasus tentang pencangkokkan organ ini. Namun seiring dengan kemajuan teknologi, banyak pihak-pihak medis yang sudah berani melakukan berbagai macam transplantasi organ, walaupun masih terdapat resiko buruk yang ditimbulkan pasca pembedahan.

Adapun beberapa macam transplantasi organ yang telah di uji cobakan di negara kita dan seberapa jauh tingkat keberhasilannya setelah melewati pasca pembedahan :

1. Transplantasi Ginjal

Di Indonesia sudah banyak dilakukan pencangkokkan ginjal, terbukti dengan adanya angka keberhasilan yang cukup tinggi. Jika dilihat berdasarkan kelangsungan hidupnya, transplantasi ginjal memiliki persentasi yang cukup tinggi. Kelangsungan hidup pasien 1 tahun berkisar 88 sampai 97 persen dengan kelompok siklosporin dan kelompok azatioprin. Sedangkan untuk kelangsungan hidup pasien 5 tahun berkisar 80 sampai 90 persen. Hal ini membuktikan bahwa di Indonesia tingkat keberhasilan untuk transplantasi ginjal adalah cukup tinggi.

2. Transplantasi Hati

Di Indonesia pencangkokkan hati belum begitu banyak dilakukan, sebab dalam proses pencangkokannya sangat rumit sehingga dibutuhkan ketelitian dalam tekhnik pembedahan. Pasien akan benar-benar sembuh jika melakukan beberapa kali transplantasi hati. Hal ini yang menjadi penyebab rendahnya tingkat keberhasilan dalam transplantasi hati. Selain itu pada transplantasi hati ditemukan beberapa reaksi penolakan pasca pembedahan, sehingga banyak organ yang mengalami komplikasi, hal ini biasanya yang menjadi penyebab kegagalan dalam transplantasi. Jika dilihat berdasarkan kelangsungan hidupnya, transplantasi hati memiliki persentasi yang cukup rendah. Tercatat untuk kelangsungan hidup pasien 1 tahun berkisar 25 sampai 50 persen. Sedangkan untuk kelangsungan hidup 5 tahun berkisar 60 persen. Dilihat dari jumlah persentasi, maka dapat dinyatakan bahwa di Indonesia tingkat keberhasilan untuk transplantasi hati adalah cukup rendah.

3. Transplantasi Pancreas

Macam transplantasi lain yang telah di ujicobakan di Indonesia adalah transplantasi pancreas. Di Indonesia transplantasi ini memiliki tingkat keberhasilan yang lebih sedikit dibandingkan dengan transplantasi pada ginjal. Hal ini disebabkan karena pada transplantasi hati reaksi penolakan lebih banyak terjadi dibandingkan dengan transplantasi organ yang lain. Biasanya pasien mengalami reaksi penolakan terhadap tubuhnya pasca pembedahan. Dengan timbulnya reaksi penolakan, memungkinkan proses pencangkokkan tidak berjalan dengan lancar, akibatnya pasien mengalami gangguan pada organ-organnya.

4. Transplantasi Jantung

Di Indonesia transplantasi jantung merupakan salah satu pencangkokkan organ yang memiliki tingkat keberhasilan cukup tinggi setelah transplantasi pada ginjal. Sekarang ini sudah banyak pihak medis yang melakukan pencangkokkan pada jantung, baik pada pasien yang menderita penyakit jantung stadium akhir maupun pasien yang menderita penyakit jantung bawaan. Jika dilihat dari kelangsungan hidupnya, tingkat keberhasilan dari transplantasi jantung umumnya meningkat dari tahun ketahun, hal ini dapat terbukti dengan adanya kenaikan persentasi.

5. Transplantasi Sumsum Tulang

Macam transplantasi lain yang telah diujicobakan di Indonesia adalah transplantasi sumsum tulang. Pencangkokkan ini belum banyak dilakukan di Indonesia, disamping kurangnya tenaga ahli juga dikarenakan terdapat beberapa proses dalam pencangkokkan untuk mencapai tingkat keberhasilan. Jenis dari transplantasi sumsum tulang ini bermacam-macam, hal ini menjadi tantangan bagi pihak medis untuk bisa menangani berbagai jenis permasalahan yang menyangkut masalah pencangkokkan.